Jumat, 24 Juni 2011

materi kulah


BAB I
PENDAHULUAN

A.            JUDUL: “IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN  DALAM MENGEMBANGKAN INDUSTRI KREATIF DI SEKOLAH  (Industri Kreatif Seni Ukir Asmat di SMA Negeri 1 Agats Kabupaten Asmat Provinsi Papua)”

I.              Latar Belakang
Kajian budaya lokal merupakan langkah penting dalam implementasi kurikulum IPS guna menyiapkan para peserta didik di sekolah agar mereka memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan dalam menghadapi era globalisasi. Kurikulum IPS yang dimaksud dalam makalah ini bukan sebagai sebuah dokumen untuk disampaikan kepada peserta didik (curriculum as a document) - seperti halnya yang dianut oleh pamikir positivistik-modernistik – melainkan kurikulum sebagai sebuah praksis (curriculum as a praxis) atau proses interaksi dan dialog antara pendidik dan peserta didik dengan dokumen kurikulum yang ada - sebagaimana dianut oleh para pemikir pedagogi kritis (critical pedagogy) dalam peradigma postmodernism. Melalui pengertian kurikulum yang terakhir tersebut, unsur-unsur budaya lokal seperti kearifan lokal (local wisdom) yang diwariskan sejarah kepada para guru dan siswa di lingkungan setempat serta sebagai pengetahuan yang diperoleh dari beragam sumber dapat dimasukkan dan dikaji lebih lanjut tanpa mengubah standard isi kurikulum yang sudah ada. Dalam kurikulum IPS sebagai sebuah praksis ini, unsur-unsur budaya lokal bisa diseleksi dan dikaji lebih lanjut untuk menumbuhkan  perspektif global. Makalah ini akan menguraikan kajian tentang pengaruh nilai-nilai budaya khususnya kewirausahaan  (entrepreneurship) terhadap perkembangan muatan lokal seni ukir  di era global yang bisa dikembangkan dalam kurikulum IPS sebagai sebuah praksis di SMAN 1 Agats Asmat. Budaya lokal yang dimaksud adalah unsur-unsur seperti nilai, sikap dan perilaku, keyakinan, orientasi, dan anggapan umum yang menyebar di kalangan masyarakat pada sebuah negara. Partisipasi masyarakat di era global ditandai dengan kemampuan mereka beradaptasi dengan tuntutan global karena unsur-unsur budaya lokal yang mereka miliki seperti etos kerja serta entrepreneurship mendukung kemampuan beradaptasi tersebut.
Menurut Talcott Parsons (1959)  nilai (value) dalam budaya lokal dapat didefinisikan sebagai sebuah unsur dalam sistem simbolik konvensional yang berperan sebagai kriteria untuk melakukan pilihan di antara berbagai alternatif yang tersedia dalam situasi yang mapan. Bangsa-bangsa yang memiliki budaya lokal berupa sistem nilai yang mendukung (favourable) dalam menghadapi berbagai tantangan akan terus berkembang. Terdapat dua kategori nilai, yaitu nilai instrinsik dan nilai instrumental. Nilai instrinsik adalah nilai yang tidak selalu memperhatian untung dan rugi (cost and benefits). Patriotisme, sebagai nilai, menuntut adanya pengorbanan yang bahkan tidak menguntungkan bagi seorang individu. Sejarah mencatat bahwa berjuta-juta orang mati demi mempertahankan negaranya.
Sebaliknya, nilai bisa menjadi sebuah instrumen ketika masyarakat mendukungnya sebab nilai tersebut menguntungkan bagi mereka. Pada dasarnya, nilai-nilai ekonomi bersifat instrumental sebab nilai tersebut selalu menggunakan ukuran untung rugi. Namun, sebuah negara akan berhenti berkembang ketika keuntungan (benefit) serta produktifitas diraih dan tidak ada usaha lain untuk mencapai tujuan baru. Dengan demikian, nilai-nilai instrinsik sangat perlu dalam ekonomi. Sebagai contoh, dalam mengelola sumber daya alam serta pengembangkan industri untuk memperhatikan profit (nilai instrumental) harus memperhatikan kelestarian lingkungan dengan cara menghindari polusi dan lain-lain sehingga terjadi pembangunan yang berkesinambungan. Profit saja tidak cukup apabila merugikan kepentingan pihak lainnya. Jadi, nilai-nilai budaya tidak hanya berpengaruh terhadap perkebangan ekonomi, bahkan perkembangan ekonomi itu sendiri merupakan bagian dari proses budaya.
          Bahwa budaya lokal berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi sudah dikemukakan oleh banyak ahli dalam berbagai disiplin. Akan tetapi, bahwa nilai-nilai budaya berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi global mengemuka setelah beberapa ahli bergabung dalam sebuah seminar internasional yang diselenggarakan di Harvard Academy for International and Area Studies, Amerika Serikat, pada musim panas tahun 1998. Dalam seminar itu beberapa ahli dalam berbagai bidang mengemukakan pandangannya dan sampai pada kesimpulan bahwa “budaya berpengaruh terhadap perkembangan manusia, termasuk dalam kegiatan ekonominya di berbagai kawasan dunia”. Pengaruh tersebut bisa bersifat positif atau negatif. Pengaruh positif ditandai dengan adanya progress, kemajuan atau perkembangan dalam berbagai kehidupan masyarakat yang antara lain ditandai dengan meningkatnya kemakmuran, kesejahteraan, atau pendapatan. Adapun pengaruh negatif dapat dilihat dari adanya stagnasi atau bahkan regres atau mundur. Kemuduran tersebut terjadi karena nilai-nilai budaya lokal atau nasional yang dianut oleh bangsa tersebut sangat menghambat kemajuan, misalnya budaya inward looking, lebih melihat ke dalam daripada ke luar, mementingkan primordialisme, menonjolkan sentimen etnis dan lain-lain. Karena nilai-nilai tersebut maka masyarakat bangsa berada dalam posisi mandek, tidak berubah dan akhirnya ketinggalan dibandingkan dengan negara dan bangsa lainnya.
Kehidupan Masyarakat Asmat
            Suku Asmat adalah salah satu suku di Papua yang terkenal di dunia karena apa yang pernah dipraktekkan di masa lalu yaitu sebagai suku yang suka memenggal kepala musuh dan juga karena “keunikan ide mereka serta keindahan desain yang mereka miliki dalam ukiran kayu”.
          Meski memiliki kesamaan di bidang “seni ukir”, tetapi mereka juga memiliki perbedaan “pola” dan  “model ukiran”. Demikian pun dalam hal adat istiadat, ada pula perbedaannya. Dalam pesta adat misalnya, antara mereka yang berada di dekat pantai akan berbeda dengan mereka yang berada di pedalaman hutan. Kayu yang digunakan untuk membuat karya ukir juga memiliki perbedaan. Mereka yang berada di dekat pantai akan menggunakan kayu dari hutan mangrove sedangkan mereka yang berada di pedalaman hutan rimba mereka mengunakan kayu pala          hutan,     kayu    susu,    atau     cempaka          putih.
            Masyarakat Asmat terkenal memiliki religiusitas yang tinggi terutama dengan keseimbangan kehidupan yang dikaitkan dengan mitos dan pertolongan roh nenek moyang. Orang Asmat mengenal tiga dunia. Capmbinak atau asmat-ow adalah dunia makhluk hidup yaitu di dunia ini. Kemudian ada Capinini atau damer-ow yaitu alam gaib dan roh-roh yang merupakan sumber ketakutan. Orang Asmat percaya bahwa nenek moyang mereka berada di sebuah tempat yang disebut
Safan atau Ji-owatau dalam konsep orang beragama monoteis disebut          surga.
          Harmoni dan kedamaian bagi orang Asmat bersumber dan terjaga hanya dengan menjaga keseimbangan di antara tiga dunia itu. Untuk menjaga kesimbangan antara ketiganya harus dipenuhi dengan kewajiban ritual tertentu yang dilakukan secara periodik.
Mengukir adalah salah satu bagian dari ritual yang merupakan bagian dari pemujaan nenek moyang yang dikaitkan dengan  keseimbangan           ini.
          Orang Asmat hidup di dua area, yaitu di sepanjang tepi pantai atau sungai dan di pedalaman. Antara dua kelompok masyarakat ini juga memiliki perbedaan dialek bahasa, cara hidup, struktur sosial dan pesta ritual. Mereka semua tersebar di desa-desa di wilayah sekitar 27.000 kilometer persegi dengan kondisi tanah ber-rawa dan digenangi air pada musim penghujan. Sebelum para misionaris dan ekspedisi asing datang ke wilayah ini sekitar tahun 1950-1960-an, mereka adalah suku yang belum terjamah oleh peradaban modern.
          Rumah tradisional Asmat adalah
Jeu, dengan panjang sampai 25 meter. Sampai sekarang masih bisa dijumpai rumah tradisional ini jika kita berkunjung ke Asmat pedalaman. Bahkan masih ada juga di antara mereka yang membangun rumah tinggal di atas pohon.
          Saat ini kehidupan masyarakat Asmat sudah mulai berubah dengan kehadiran banyak pendatang dari luar daerah yang memperkenalkan peradaban modern. Para pendatang ini adalah para pedagang dan pegawai pemerintahan yang berdiam di kota-kota kabupaten maupun kecamatan. Bagi masyarakat Asmat, kehadiran para pendatang ini bukan lagi semacam ancaman seperti pada masa lalu melainkan sebagai partner untuk membangun Asmat semakin maju.
          Saat ini Asmat telah menjadi sebuah kabupaten baru (sebelumnya Asmat termasuk wialyah Kabupaten Merauke yang dipimpin oleh seorang putra daerah,
Yuvensius A. Biakai, putra asli Asmat yang sudah dikenal di kalangan masyarakat dan dipilih secara langsung) bupati menjadi sebuah     harapan           baru     bagi     masyarakat          di           sana.
          Pembangunan yang berpijak dan berdasarkan akar budaya masyarakat setempat tentu akan menjadi visi yang akan dijalankan dalam pembangunan Asmat secara keseluruhan oleh bupati saat ini. Sehingga dalam pembangunan itu seluruh masyarakat Asmat terlibat dan ikut menikmati hasil pembangunan daerahnya dengan semboyang
“Membangun Asmat Di Atas Pilar Budaya Asmat” dengan menjaga keseimgan dalam berbagai segi kehidupan dengan slogan “Ja Assamanan Apcamar”.

B.            Rumusan Masalah      
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut, yaitu :
1.      Bagaimana mengimplementasikan pendidikan kewirausahaan (entrepreneurship) dalam mengembangkan kreatifitas siswa  SMAN 1 Agats    Asmat?
2.      Bagaimana hasil karya seni ukir  dapat dijadikan sebagai industri kreatif siswa SMAN 1            Agats     Asmat?

C.            Tujuan    Penulisan
Tujuan      dalam            penulisan        makalah           ini        adalah:
1.      Untuk mengetahui dan mengimplementasikan pendidikan kewirausahaan (entrepreneurship) dalam mengembangkan industri  kreatif  seni ukir siswa SMAN 1 Agats  Asmat.
2.      Untuk memberdayakan para siswa dalam menghasilkan karya seni ukir yang berkualitas dan berdaya saing serta dijadikan sebagai industri  kreatifitas siswa SMAN 1 Agats Asmat.
D.           Manfaat
a.           Manfaat Teoritis
1.        Dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang pendidikan kearifan lokal (local wisdom).
2.        Memberikan kontribusi perkembangan ilmu pengetahuan bagi instansi atau sekolah Negeri maupun Swasta.
3.        Sebagai dasar konsep dan refrensi maupun berbagai informasi kegiatan ilmiah yang felevan.
b.    Manfaat Praktis
1.    Sebagai masukan yang bermanfaat bagi sekolah khususnya dalam hal ini kepada guru IPS  melihat kearifan lokal (local wisdom ) dalam  mengimplementasikan pendidikan kewirausahaan (entrepreneurship) dengan  mengembangkan industri  kreatif  seni ukir bagi siswa SMAN 1 Agats  Asmat.
2.    Memberikan motivasi bagi siswa supaya mampu mengembangkan potensi yang dimiliki, dalam menghasilkan karya seni ukir yang berkualitas dan berdaya saing sehingga pelaksanaan tujuan kurikulum dapat berha




BAB II
PEMBAHASAN

I.         Implementasi Pendidika Kewirausahaan dalam Mengembangkan Industri  Kreatif  Seni Ukir siswa SMAN 1 Agats  Asmat.
a.      Pengertian Kewirausahaan
Kewirausahaan berasal dari kata wira dan usaha. Wira berarti : pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan berwatak agung. Usaha, berarti perbuatan amal, bekerja, berbuat sesuatu. Jadi,  wirausaha adalah pejuang atau pahlawan yang berbuat sesuatu. Ini baru dari segi etimologi (asal usul kata). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wirausaha adalah orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk mengadakan produk baru, mengatur permodalan operasinya serta memasarkannya.
            Dalam lampiran Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusahan Kecil Nomor 961/KEP/M/XI/1995, dicantumkan   bahwa:
1.    Wirausaha adalah orang yang mempunyai semangat, sikap, perilaku dan kemampuan     kewirausahaan.
2.    Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Jadi wirausaha itu mengarah kepada orang yang melakukan usaha/kegiatan sendiri dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Sedangkan kewirausahaan menunjuk kepada sikap mental yang dimiliki seorang wirausaha dalam melaksanakan usaha/kegiatan.
Kewirausahaan dilihat dari sumber daya yang ada di dalamnya adalah seseorang yang membawa sumber daya berupa tenaga kerja, material, dan asset lainnya pada suatu kombinasi yang menambahkan nilai yang lebih besar daripada sebelumnya dan juga dilekatkan pada orang yang membawa perubahan, inovasi, dan aturan baru.
Kewirausahaan dalam arti proses yang dinamis adalah kewirausahaan merupakan sebuah proses mengkreasikan dengan menambahkan nilai sesuatu yang dicapai melalui usaha keras dan waktu yang tepat dengan memperkirakan dana pendukung, fisik, dan resiko sosial, dan akan menerima reward yang berupa keuangan dan kepuasan serta kemandirian personal.
Melalui pengertian tersebut terdapat empat hal yang dimiliki oleh seorang wirausahawan yakni: :
1.
   Proses berkreasi yakni mengkreasikan sesuatu yang baru dengan menambahkan nilainya.        Pertambahan nilai ini tidak hanya diakui oleh wirausahawan semata namun juga audiens         yang    akan     menggunakan  hasil       kreasi   tersebut.
2.
    Komitmen yang tinggi terhadap penggunaan waktu dan usaha yang diberikan. Semakin         besar fokus dan perhatian yang diberikan dalam usaha ini maka akan mendukung proses      kreasi   yang    akan     timbul  dalam       kewirausahaan.
3.
    Memperkirakan resiko yang mungkin timbul. Dalam hal ini resiko yang mungkin terjadi         berkisar pada resiko keuangan, fisik dan resiko sosial.
4.
   Memperoleh reward. Dalam hal ini reward yang terpenting adalah independensi atau  kebebasan yang diikuti dengan kepuasan pribadi. Sedangkan reward berupa uang    biasanya dianggap sebagai suatu bentuk derajat kesuksesan usahanya.
Dari beberapa konsep yang ada pada 6 hakekat penting kewirausahaan sebagai berikut ( Suryana,      2003:13)       yaitu; :
1.
   Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan dasar        sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil bisnis (Acmad         Sanusi, 1994).
2.
   Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan   berbeda (ability to create the new and different) (Drucker, 1959).
3.
   Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan      persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (Zimmerer. 1996).
4.
    Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha (start-up         phase) dan perkembangan usaha (venture growth) (Soeharto Prawiro, 1997).
5.
   Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (creative), dan       sesuatu yang berbeda (inovative) yang bermanfaat memberi nilai lebih.
6.
   Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan        sumber-sumber melaui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan. Nilai    tambah tersebut dapat diciptakan dengan cara mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan baru, menemukan cara baru untuk menghasilkan barang dan jasa        yang baru yang lebih efisien, memperbaiki produk dan jasa yang sudah ada, dan       menemukan cara baru untuk memberikan kepuasan kepada konsumen.
Anak-anak yang akan sekolah di SMAN 1 Agats Asmat , kata Bupati  Kabupaten Asmat Yuvensius A. Biakai, BA , adalah anak-anak yang memiliki kecerdasan intelektual lebih. Anak-anak akan tinggal di asrama. Selain kurikulum nasional yang dipakai, akan dikembangkan pula kurikulum lokal. “Anak-anak akan dididik dalam hal seni ukir Asmat, tari, dan nilai-nilai budaya lokal,”         
Yuvensius juga mengatakan, akan dididik mengenai cara memasarkan ukiran atau karya-karya seni Asmat yang lain. “Kita mau menumbuhkan semangat kewirausahaan (entrepreneurship) agar kelak mereka bisa wiraswasta di bidang budaya. Kita ingin mengembangkan budaya sebagai sumber ekonomi seperti Bali,” jelasnya.
           Peningkatan mutu pendidikan, diakui Yuvensius, sebagai salah satu strategi membentuk orang-orang Asmat agar mampu bersikap kritis dan selektif terhadap segala arus budaya lain yang masuk ke Asmat. “Kita tidak mau Asmat ini punah. Kita mau di tanah lumpur ini ada kemajuan tetapi tetap menjadi orang Asmat dengan jati dirinya yang asli.”
          Untuk meningkatkan mutu sekolah dan mewujudkan sekolah unggulan ini, Pemkab akan bekerja sama dengan Keuskupan Agats-Asmat. Bentuk kerja samanya melalui subsidi biaya dan menyiapkan tenaga pengajar berstatus penagawai negeri sipil.           
b.  Ciri-ciri Kewirausahaan antara lain sebagai berikut:
a.    Berjiwa keras dalam bekerja
b.    Mandiri
c.    Cerdas dalam menciptakan dan meraih peluang bisnis
d.    Jujur, hemat dan disiplin
e.    Mampu berfikir dan bertindak bijak
f.     Tangguh dan berani mengambil resiko
g.    Kreatif dan produkstif
h.    Inovatif
i.     Berperilaku antisipatif terhadap perubahan dan akomodatif terhadap lingkungannya
j.     Bersifat melayani pelanggan untuk memuhi kepuasannya.
c.    Untuk menjadi seorang wirausaa  ada beberapa cara yang harus dipenuhi antara lain:
a.  Memiliki kemampuan modal yang kuat untuk berkarya dengan semanga      kemandiriannya
b. Mampu memecahkan masalah dalam amengambil keputusan
c. Memiliki keberanian mengambil resiko
d.  Mempunyai keingan yang kuat untuk belajar, dan bertindak inovatif kreatif
e. Bekerja keras, tekun dan teliti dan tidak pernah merasa puas
f. Mampu menghasilkan karya baru yang berlandaskan etika bisnis yang sehat.
II.      Evolusi Pengertian Kewirausahaan
Cukup banyak tulisan yang mengemukakan adanya upaya yang sudah cukup lama untuk memahami fenomena kewirausahaan. Siapa dan apa yang dilakukan secara khusus oleh wirausaha telah mulai dirumuskan sejak tahun 1730 oleh Richard Cantillon.iv Namun, hingga saat ini upaya tersebut masih berlangsung, karena kegiatan yang bercirikan kewirausahaan tidak hanya terbatas dalam bidang bisnis dengan tujuan mencari laba. Yang membuat kewirausahaan menjadi menarik banyak pihak untuk memahaminya ialah kontribusi istimewa yang dihadirkan oleh  mereka yang melakukan tindakan berkewirausahaan. Misalnya, Timmons dan Spinelliv membuat pengelompokan yang diperlukan untuk tindakan kewirausahaan dalam enam (6) hal, yakni:
1.  Komitmen dan determinasi.
2.  Kepemimpinan.
3.  Obsesi pada peluang.
4.  Toleransi pada risiko, ambiguitas, dan ketidakpastian.
5.  Kreativitas, keandalan, dan daya beradaptasi.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites